ANALISIS UPAYA
PERLINDUNGAN DAN PEMULIHAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) KHUSUSNYA ANAK-ANAK DAN PEREMPUAN
Ayu
Setyaningrum1),
Ridwan Arifin2)
Fakultas Hukum, Universitas Negeri
Semarang (UNNES)
ayusetyaningrum1906@gmail.com1)
ridwan.arifin@mail.unnes.ac.id2
Abstrak
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang
dapat dikenakan sanksi berupa hukuman penjara maupun kurungan serta dampak yang
ditimbulkan kepada korban. Kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan oleh
anggota keluarga yang satu terhadap anggota keluarga yang lain.Berbicara
tentang kekerasan menjadi hal yang sudah tidak tabu lagi untuk diperdengarkan.
Motif tindak kekerasan dalam rumah tangga banyak disebabkan karena ketidakharmonisan suatu hubungan dalam keluarga, permasalahan
ekonomi, komunikasi yang tidak lancar dan sebagainya. Berbagai bentuk tindak
kekerasan ini mengakibatkan dampak negatif bagi korban baik dampak psikis,
mental maupun fisik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh
pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dampak yang ditimbulkan akibat
kekerasan tidak hanya berdampak pada jangka pendek akan tetapi juga jangka
panjang.
Kata kunci: Kekerasan Rumah Tangga, Penghapusan, Perlindungan, Dampak, Upaya
Abstract
Domestic violence is one form of criminal
offense that can be subject to sanctions in the form of imprisonment or
imprisonment as well as the impact it has on victims. Domestic violence can be
carried out by one family member to another family member. Talking about
violence is something that is not taboo anymore to be heard. The motives for
domestic violence are mostly caused by disharmony in relationships within the
family, economic problems, non-fluent communication and so on. Various forms of
violence have a negative impact on victims, both psychological, mental and
physical, which are carried out directly or indirectly by perpetrators of
domestic violence. The impact caused by violence not only affects the short
term but also the long term.
Keywords: Domestic Violence, Elimination, Protection, Impact,
Effort
PENDAHULUAN
Berbicara tentang kekerasan yang terjadi di Indonesia,
khususnya kekerasan yang terjadi kepada anak-anak dan perempuan sudah bukan
menjadi rahasia umum. Kekerasan menjadi salah satu kasus dengan angka yang
tinggi di Indonesia yang memang perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. Kekerasan merupakan suatu tindakan menyakiti seseorang yang dapat
membahayakan orang tersebut bahkan mengancam nyawanya. Kekerasan seringkali
terjadi kepada anak-anak dan perempuan. Anak merupakan calon generasi penerus
bangsa sekaligus penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memerlukan pendidkan,
pembinaan, perlindungan, pemeliharaan dan pengarahan yang baik untuk dapat
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam hal ini diperlukan dukungan penuh baik dari luar maupun dari dalam.
Khususnya dari dalam atau faktor internal. Faktor internal biasanya berkaitan
dengan kondisi keluarga, khususnya perhatian yang diberikan oleh orang tua.
Perhatian dari orang tua dapat berupa pencegahan maupun kebebasan anak dalam
menjalani aktivitas untuk mengembangkan kemampuan motorik anak pada masa
pertumbuhan. Dalam hal ini orang tua berperan aktif dalam mendukung dan
mengawasi pertumbuhan sang anak. Sedangkan faktor dari luar atau faktor
eksternal dipengaruhi oleh lingkungan baik dari lingkungan sekitar, lingkungan
pendidikan, dan lingkungan bermain sang anak.
Anak wajib dilindungi, disayangi dan berikan perhatian
khusus agar tidak menapat perilaku kriminal ataupun tindak kekerasan ole
individu, kelompok, orang tua, teman bermain baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pada hakikatnya anak tidak mampu atau tidak dapat melindungi diri
sendiri dari berbagai bentuk tindakan yang dapat menyebabkan kerugian secara
fisik, mental, pola pikir dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya-upaya
perlindungan secara khusus dan intens terhadap anak. Sehingga anak memerlukan
bantuan oleh orang lain agar dapat melindungi dirinya dari berbagai situasi dan
kondisi yang mungkin membahayakan atau bahkan mengancam nyawanya.
Akan tetapi tidak semua anak mendapatkan kasih sayang
penuh dari orang tua. Seringkali banyak dijumpai kasus-kasus terkait anak yang
mendapat kekerasan dari orang tuanya. Biasanya kekerasan ini terjadi karena
kondisi keluarga yang broken home, kondisi ekonomi yang kurang mencukupi,
ketidakharmonisan yang terjadi di dalam keluarga dan sebagainya. Kondisi
tersebut tentu akan mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan sang anak yang
seharusnya mendapat perlakuan seperti anak-anak lain pada umumnya.
Kekerasan memang sangat dekat dengan kehidupan dan tumbuh
kembang anak. Bagaimana tidak, beberapa kasus yang ditemukan justru anak-anak
usia dini sudah dikenalkan dengan tindak kekerasan. Bentuk kekerasan yang di
alaminya seperti kekerasan verba, fisikal hingga seksual. Pengalaman anak
terkait tindakan kekerasan dapat diketahui melalui bentuk-bentuk kekerasan yang
di rasakan, pelaku yang melakukan tindak kekerasan, tempat kejadian kekerasan,
dan sebab-sebab adanya tindak kekerasan. Pelaku tindak kekerasan yang terjadi
dalam keluarga justru biasanya adalah orang-orang tedekatnya yang seharusnya
memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak tersebut, seperti kakek, nenek,
ayah, ibu, saudara kandung dan lingkungan terdekatnya.
Tidak hanya kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak,
tetapi banyak dijumpai juga tindak kekerasan terhadap perempuan. Kasus
kekerasan pada perempuan biasanya terjadi di ruang lingkup keluarga. Akan
tetapi banyak juga perempuan yang mendapat tindak kekerasan seperti pelecehan,
pemerkosaan, pembunuhan bahkan wanita yang diperjualbelikan oleh oknum-oknum
tertentu. Dalam hal ini yang akan dibahas oleh penulis adalah kasus kekerasan
pada perempuan yang terjadi di dalam keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga
terhadap perempuan biasanya dilakukan oleh suami kepada istrinya.
Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam keluarga menjadi pemicu adanya
konflik yang berujung pada kekerasan.
Keluarga adalah satu bentuk kesatuan yang terdiri dari
kepala keluarga, istri dan anak. Setiap anggota keluarga memiliki peran
masing-masing baik dalam hak maupun kewajiban yang harus dilaksanakan. Setiap
anggota keluarga wajib menghargai satu sama lain, memberikan apa yang menjadi
hak masing-masing anggota keluarga, memberikan penuh rasa kasih sayang baik
dalam bentuk perhatian maupun perlindungan. Pemberian hak-hak dan kewajiban
tersebut dapat berupanafkah oleh suami kepada istri dan anak-anaknya,
melaksanakan kewajiban penuh yang dilakukan oleh istri kepada suami dan
anak-anaknya, sikap patuh dan tunduk anak kepada kedua orang tuanya, dan saling
menjaga anggota keluarga satu sama lain.
Keluarga merupakan ruang lingkup seseorang yang paling
intens untuk beradaptasi. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan komunikasi
serta keharmonisan dalam rumah tangga agar dapat menjadi keluarga yang sempurna
dan mencegah adanya suatu konflik atau permasalahan yang terjadi dalam
keluarga. Akan tetapi, faktanya tidak ada keluarga yang tidak memiliki
permasalahan, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal biasanya muncul dari keluarga itu sendiri, misalnya
kurangnya keharmonisan dalam rumah tangga, kurangnya rasa perhatian, kurangnya
komunikasi, sikap egoisme yang tinggi, penelantaran kepada anggota keluarga,
adanya permasalahan ekonomi dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal biasanya
muncul dari pihak ketiga. Pihak ketiga disini tidak selalu berkaitan dengan
adanya orang ketiga yang dianggap merusak hubungan keluarga tersebut, akan
tetapi dapat juga karena pengaruh dari faktor lingkungan itu sendiri. Faktor
internal maupun eksternal yang muncul di dalam keluarga dapat mendorong
perpecahan bahkan kekerasan sebagai akibat dari permasalahan-permasalahan yang
terjadi dalam keluarga. Kekerasan yang
terjadi dapat menyebabkan dampak psikis maupun fisik bagi korban akibat
kekerasan. Tidak hanya menimbukan dampak bagi korban, pelaku yang melakukan
tindak kekerasan dapat dijerat pasal yang akan dikenakan sanksi maupun hukuman.
Menurut Nevada Attorney, kekeraan dalam rumah tangga merupakan
tindak kejahatan yag dilakukan dalam konteks suatu hubungan yang intim.
Hubungan tersebut ditandai dengan kekerasan yang disertai kekuasaan dan paksaan
yang ditujukan kepada seseorang dan bertujuan untuk mengendalikan orang
tersebut.
Jumlah kasus kekerasan setiap tahunnya selalu meningkat.
Tercatat kasus kekerasan anak pada tahun 2008 sebanyak 1.736 laporan kasus yang
diadukan kepada Komnas Perlindungan Anak. Jumlah tersebut meningkat pada tahun
2009 menjadi 1.998 kasus kekerasan terhadap anak. Sekitar kurang lebih 62,7
persen dari 1.998 kasus kekerasan tersebut menyangkut kekerasan seksual. Dan
pada tahun 2010 tecatat sekitar 453 merupakan kekerasan fisi, dari 646
kekerasan seksual dan 550 termasuk ke dalam kekrasan psikis, 69 kasus penculikan dan 30 kasus
pornografi. Berdasarkan Catatan
Kompas Tahunan 2017 Komnas Perempuan mencatatkan kasus kekerasan yang terjadi
di Indonesia pada tahun 2016 dari 358 Pengadilan Agama tercatat ada 245.548 kasus kekerasan dan data sejumlah
233 kasus kekerasan di 34 provinsi tercatat ada 13.602 kasus yang ditangani
oleh Mitra Pengadaan Layanan. Dari jumlah data tersebut diperoleh hasil
sebanyak 259.150 kasus kekerasan tehadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Menurut
Yohana Yembise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
menyatakan pada bulan Maret 2018 tercatat ada sekitar 1.900 laporan tindak
kekerasan terhadap anak di Indonesia. Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi
sehingga perlu adanya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pelaku kejahatan.
Permasalahan kekerasan yang kompleks dalam rumah tangga baik yang berdampak
khusunya kepada anak da perempuan maka dibentuk dan disahkanlah Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun
penerapan Undang-Undang tersebut belum sebagaimana mestinya. Akibatnya hak-hak
korban belum dapat terpenuhi karena tidak semua aparat penegak hukum dalam
penerapan Undang-Undang ini mempertimbangkan hubungan antara suami dan istri
dan orang tua dengan anak.
Kekerasan yang berlangsung dan terjadi secara
berulang-ulang merupakan situasi yang menyakitkan dan menekan seseorang yang
mengalaminya. Setiap perbuatan yang menimbulkan tekanan, ancaman, tindakan
kriminal termasuk dalam problematika sosial. Kondisi seperti ini amat sangat
menyakitkan dan cenderung menimbulkan tekanan-tekanan yang berakibat pada
terganggunya permasalahan psikis seseorang sebgai akibat dari tindak kekerasan
yang terjadi.
Sebagai contoh
potret buruk kasus kekerasan yakni terjadinya pembunuhan yang dilakukan
oleh seorang ibu kepada tiga anaknya yang terjadi di Gianyar, Denpasar, Bali.
Ni Luh Putu Septyan Permadi seorang guru berusia 33 tahun, pelaku korban
pembunuhan sekaligus ibu dari korban tiga anaknya yang dibunuh olehnya pada 21
Februari 2018. Motif pembunuhan ini lantaran ia sudah tidak sanggup lagi
menanggung beban persoalan rumah tangganya yang rumit. Pelaku pembunuhan tiga
anak kandungnya sendiri telah dinyatakan sebagai tersangka. Menurut pengakuan
tersangka melakukan pembunuhan dengan membekap satu per satu hidung dan mulut
anak-anaknya hingga lemas tak bernyawa. Tidak sampai disitu, setelah memastikan
ketiga anakanya sudah tak bernyawa, tersangka kemudian beritikad bunuh diri
dengan jalan meminum racun serangga yang sudah disiapkannya dan menyayat kedua
lengan dan lehernya. Akan tetapi aksi tersebut diketahui keluarga dan langsung
dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan kritis dan berhasil diselamatkan.
Dari kasus tersebut diperlukan adanya perlindungan khusus
yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang
diwujudkan melalui hubungan antara kelembagaan dan peraturan
perundang-undangan. Korban
tindak pidana yang menderita akibat kekerasan dalam rumah tangga mengalami
penderitaan jangka pendek dan jangka panjang yang memerlukan perlindungan dari pemerintah
terkait hak asasi manusia korban dan
upaya pemulihan. Pemulihan
ini bertujuan agar kondisi korban akibat tindak kekerasan dapat membaik dan
segera menjalankan aktivitas seperti biasanya. Pemulihan harus dilakukan secara
intens dengan penanganan yang tepat sehingga korban akan merasa nyaman pada
saat proses pemulihan baik yang dilakukan oleh pelayanan medis maupun non
medis.
Gultom, Maidin,
2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Dan Perempuan, PT Refika Aditama, Bandung. hlm. 69.
Purwadi, Hari,
“Kajian Terhadap Putusan Perkar No: 121/Pid.B/2006/PN. Kray TentangKekerasan
Terhadap Anak di Linkungan Pendidikan”, Jurnal
Yudisial, Volume 1, Nomor 03, Desember, 2007, hlm 223-236.
Pusat Data &
Informasi, “ Fakta dan Data Pelanggaran Hak Anak di Indonesia PeriodeJanuari
Juni 2010 tersedia di website http://www.komnaspa.or.id/jurnal/” , Jurnal Kecil ,
September 2010, diakses Desember 2018.
IsharHelmi, Muhammad, “Implementasi Gagasan
Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap
Perempuan (SPPT-PKKTP)”, 318 - Jurnal
Cita Hukum, Vol. II No. 2, Desember 2014. ISSN Pengadilan Khusus KDRT.
Dwiatmodjo,
Haryanto, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban
Tindak Pidana Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banyumas” , Jurnal Dinamika Hukum, Volume 11, Nomor
2, 2011.
Suhardin, Yohanes,
“Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 25 No. 3 Juli 2007, hlm. 270-282.
Dwiatmodjo, Haryanto,
“Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana
Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banyumas” , Jurnal Dinamika Hukum, Volume 11, Nomor 2, 2011.