KEBIJAKAN
ZONASI DAN TATA RUANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL DAN TOKO MODERN
DI KABUPATEN SUMENEP
Moh. Ikmal1),
Suluh Mardika Alam2)
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan PGRI Sumenep
Abstrak
Upaya
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terus berlangsung melalui berbagai
cara dan bentuk. Salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat adalah
melalui berdagang. Perdagangan menjadi pintu interaksi sosial masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasar menjadi salah satu sarana manusia untuk
melakukan aktivitas transaksi jual beli barang dan jasa. Pertumbuhan pasar
tidak hanya terjadi pada pasar tradisional, bahkan toko-toko modern seperti
minimarket, supermarket, departemen store, hypermarket maupun grosir hampir
menjamur ditanah air. Namun tingginya pertumbuhan toko modern saat ini justru
menghadirkan kekhawatiran tersendiri bagi keberadaan pasar tradisional yang
ada. Tahun 2010 survei yang dilakukan oleh AC Nielsen menggambarkan toko modern
meningkat 31,4 persen pertahun, sedangkan pasar tradisional menurun 8,01
persen. Pasar tradisional Marengan adalah merupakan salah satu pasar
tradisional di kabupaten sumenep yang tidak hanya belum memiliki
fasilitas-fasilitas publik yang layak semisal lahan parkir, tempat ibadah dan
kamar mandi serta toilet, namun juga keberadaannya juga terancam punah
dikarenakan berdekatan dengan took modern (minimarket) yang berdiri dilokasi
200 meter dari pasar tersebut. Pertumbuhan minimarket yang berdiri dilokasi
yang mendekati pasar-pasar tradisional tersebut memaksa Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk melakukan
perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional melalui Peraturan Daerah Nomor 5
Tahun 2013 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional.
Kata kunci: Kebijakan,
Pasar tradisional, Toko modern
PDF : Download
Abstract
Human efforts to fulfill their needs continue through
various ways and forms. One form of fulfilling people's living needs is through
trading. Trade is the door to community social interaction in meeting their
daily needs. The market is one of the human means to carry out buying and
selling transaction activities for goods and services. Market growth does not
only occur in traditional markets, even modern shops such as minimarkets,
supermarkets, department stores, hypermarkets and wholesalers are almost
mushrooming in the land. But the high growth of modern stores today presents
its own concerns for the existence of traditional markets. In 2010 a survey
conducted by AC Nielsen described modern stores as increasing by 31.4 percent
per year, while traditional markets declined by 8.01 percent. Marengan
traditional market is one of the traditional markets in Sumenep district which
not only does not have proper public facilities such as parking lots, places of
worship and bathrooms and toilets, but its existence is also endangered due to
the proximity of modern shops (minimarkets) stand in the location of 200 meters
from the market. The growth of minimarket that was established in a location
that approached traditional markets forced the Sumenep Regency Government to
protect, empower traditional markets through Regional Regulation No. 5 of 2013
concerning protection, empowering traditional markets.
Keyword : Policy,
Traditional Market, Modern Store
PENDAHULUAN
Seiring dengan dukungan kebijakan Negara terhadap
perluasan peningkatan sector usaha masyarakat sebagai konsekuensi tuntutan
demokrasi ekonomi dalam segala bidang. Pemerintah melalui berbagai regulasi
terus mendorong bahkan ikut serta mengawasi tingkat pertumbuhan pasar baik
pasar tradisional maupun modern yang ada. Lahirnya UU No. 5 tahun 1999, UU No.
26 tahun 2007, Perpres RI No.112 tahun 2007, Permendagri No. 56 tahun 2014,
bahkan pada tingkat lokal Kabupaten Sumenep adalah wujud nyata kepedulian
pemerintah dalam pengelolaan dan pembinaan sektor industry usaha.
Namun ditengah tingginya pertumbuhan toko modern saat ini
justru menghadirkan kekhawatiran tersendiri bagi keberadaan pasar tradisional
yang ada. Pada tahun 2010 survei yang dilakukan oleh AC Nielsen menggambarkan
toko modern meningkat 31,4 persen pertahun, sedangkan pasar tradisional menurun
8,01 persen. Data kementerian perindustrian tahun 2007 dan kementrian
perdagangan tahun 2011 menyebutkan adanya jumlah penurunan pertumbuhan pasar
tradisional secara drastis. Pada tahun 2007 jumlah pasar tradisional Indonesia
mencapai 13.450 tapi pada tahun 2011 jumlahnya tinggal 9.950[1].
Di sektor makanan, pangsa pasar Supermarket meningkat dari 11 persen menjadi 40
persen. Selain mengalami pertumbuhan dari sisi jumlah dan angka penjualan,
peritel modern mengalami pertumbuhan pangsa pasar yang pesat. Selain itu,
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyatakan, perkembangan pasar rakyat
cukup memprihatinkan. Data IKAPPI mengungkapkan, pasar rakyat mengalami
penurunan hingga 81 persen. Padahal, ada 50-an juta rakyat bergantung dari
pasar tradisional[2].
Kondisi pertumbuhan diatas memberikan penegasan sekaligus keprihatinan bahwa
disamping keberadaan toko modern memang membawa pertumbuhan yang pesat bagi
perekonomian Negara namun disisi lain keberadaannya dapat mengancam keberdaan
pasar tradisional yang ada. Oleh karena itu penting untuk memperhatikan
persoalan zonasi maupun pada aspek lainnya guna menjamin iklim persaingan usaha
yang sehat antar pelaku usaha (pasar tradisional dan toko modern) yang ada.
Pemerintah pusat maupun daerah melalui peraturan perundang-undangan telah
mengatur perihal penataan ruang, pendirian usaha (tradisional dan modern),
larangan praktek monopoli serta pedoman pembinaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko modern.
Tingginya pertumbuhan toko modern barangkali seiring
dengan tingginya minat dan persepsi masyarakat yang menilai toko modern lebih
memberikan nuansa yang nyaman, bersih dan memadai. Kondisi ini justru sangat
berbeda dengan pengelolaan pasar tradisional yang masih jauh dari standard-standar
kelayakan, kenyamanan dan kebersihan serta masih belum tersedianya
fasilitas-fasilitas umum yang layak bagi pengunjung. Kementerian Perdagangan
menilai bahwa pengelolaan pasar tradisional masih bermasalah sehingga
memberikan persepsi negatif kepada masyarakat. Persoalan utama adalah
pengelolaan yang bermasalah sehingga pasar tradisional tidak berjalan optimal.
Fenomena semacam ini hampir terjadi diberbagai daerah di kawasan Sumenep tak
terkecuali Kecamatan Kalianget.
Pasar tradisional Marengan merupakan salah satu pasar
tradisional yang terletak di Kecamatan Kalianget yang masih belum memiliki
fasilitas-fasilitas publik yang layak semisal lahan parkir, tempat ibadah dan
kamar mandi serta toilet. Padahal ketersedian fasilitas-fasilitas ini menjadi
kewajiban pengelola pasar sebagaimana diatur dalam beberapa kebijakan
pemerintah seperti Peraturan Daerah No. 05 Tahun 2013 maupun Peraturan Presiden
No. 112 Tahun 2007 bahwa baik pasar tradisional maupun toko modern harus
menyediakan areal pakir yang cukup dan saranan umum lainnya[3]. Sementara disisi
lain, kehadiran pedagang kaki lima (PKL) disisi luar bangunan pasar merupakan
salah satu masalah yang dihadapi pasar tradisional. Keberadaan PKL semakin
menambah kesan kumuh dan semrawut yang biasanya mewarnai pasar tradisional dan
mengancam keberadaan pedagang yang menyewa kios dipasar tradisional.
Menjamurnya PKL di sekitar pasar tradisional berkaitan erat dengan masalah
pengelolaan pasar. Oleh karena itu, upaya mengatasi dampak kehadiran PKL di
pasar tradisional tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan pasar yang baik. Para
PKL yang menggelar dagangan di depan pasar sampai bahu jalan seringkali
menimbulkan kemacetan lalu lintas dan turut menimbulkan ketidaknyamanan berbelanja di pasar tradisional.
Ditengah meningkatnya ekspektasi masyarakat terhadap
keberadaan pasar tradisional yang nyaman dan bersih, justru keberadaan pasar
tradisional telah mulai kehilangan eksistensinya dan ada pula yang gulung tikar
hal ini disamping disebabkan karena kurang tanggapnya pemerintah terhadap
keberadaan pasar tradisional dari praktek usaha yang tidak sehat akibat praktek
monopoli. Banyak pasar tradisional yang kurang dan ada pula yang tidak sama
sekali diurus atau ditanggapi oleh pemerintah. Selain itu mulai banyaknya pertumbuhan
minimarket yang berdiri dilokasi yang mendekati pasar-pasar tradisional.
Ditengah kondisi pasar tradisional yang sangat memprihatinkan seperti becek,
bau, banyak sampah yang dibuang sembarangan juga menjadi kelemahan bagi pasar
tradisional, sehingga sebagian masyarakat kita memilih untuk berbelanja di
toko-toko modern yang cenderung lebih baik dari segi pelayanan dan fasilitas.
Kompleksitas persoalan yang dihadapi baik oleh keberadaan
pasar tradisional maupun toko modern baik pada persoalan ketersediaan
fasilitas-fasilitas public yang nyaman dan bersih hingga pada persoalan zonasi
pendirian toko modern tersebut telah memaksa Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk melakukan
perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional melalui perda diatas. Tentunya
kehadiran Perda tersebut sebagai respon terhadap kondisi pasar yang ada.
Kondisi infrastruktur pasar sejauh ini masih belum bisa membuat nyaman pedagang
dan pengunjung pasar karena memang jauh dari memadai. Kondisi yang demikian
justru akan berpengaruh terhadap sumbangsih pasar kepada pemasukan. Dinas
Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA) Sumenep, pada perubahan APBD
tahun 2015 lalu misalnya menganggarkan pembenahan atau perbaikan pasar di
sejumlah kecamatan, yaitu di tiga lokasi dengan besaran Rp1,7 miliar. Dengan
anggaran tersebut dan setelah pasar dibenahi, diyakini akan diikuti oleh PAD
yang memadai terhadap daerah. Berdasarkan kerangka permasalahan diatas maka
tujuan penelitian ini dilakukan dalam rangka menggali bagaimana kebijakan
Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam menangani permasalahan penataan Pasar
Tradisional Marengan baik aspek zonasi dan tata ruangnya.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif-deskriptif. Penelitian kualitatif yang dimaksud adalah penelitian
yang dilakukan secara intensif dan terperinci terhadap suatu organisme,
lembaga, atau gejala tertentu melalui suatu pengamatan atau analisis untuk menghasilkan
data deskriptif, yaitu data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang, gejala atau perilaku yang diamati. Sementara pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif. Pendekatan induktif merupakan
pendekatan yang bekerja mulai dari yang khusus ditarik menjadi kesimpulan umum
atau dimulai dari kasus khusus untuk dianalisis dengan aturan-aturan hukum yang
ada.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah berupa
kata-kata dan tindakan yang diperoleh secara langsung (data primer) berupa
studi dokumen, wawancara dan observasi. Studi dokumen berupa
perundangan-undangan yang memiliki relevansi dengan penelitian ini maupun
dokumen dalam bentuk foto. Wawancara merupakan bentuk percakapan langsung dan
tatap muka baik dengan para pelaku usaha pasar tradisional sebanyak lima orang
maupun dengan pihak pemerintah.
Sementara guna memperoleh tingkat akurasi data lebih
objektif, data yang diperoleh dibutuhkan proses analisa data. Analisis data
menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisir data ke dalam
suatu pola, kategori, dan satuan uraian data. Adapun teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis data induktif dan evaluatif. Analisis
induktif merupakan analisis data yang terlebih dahulu dimulai dari fakta-fakta
hukum lalu kemudian menuju aturan-aturan
hukum yang ada, sementara analisis evaluatif adalah analisis hasil data
sebagai hasil proses evaluasi fakta-fakta berdasarkan peraturan-peraturan yang
ada.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Rencana Tata Ruang Wilayah Sebagai Dasar Pengaturan
Zonasi Pendirian Pasar Tradisional dan Toko Modern
Pendirian
sebuah pasar baik pasar tradisional maupun toko modern harus memperhatikan
rencana tata ruang wilayah yang ada. Penataan ruang adalah suatu system proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Guna mewujudkan kualitas ruang berkelanjutan yang sesuai dengan rencana tata
ruang, maka diperlukan instrument pengendalian yang mencakup seluruh aspek
penataan ruang. Dalam hal ini, instrumen tersebut dapat digunakan sebagai
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah/daerah untuk mengarahkan pemanfaatan
zona, terutama terkait erat dengan aktivitas kota yang berkembang yang
seringkali memberikan dampak buruk bagi kepentingan umum. Pasca diterbitkannya
Undang-undang Nomor 05 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penataan ruang, dimana daerah
mempunyai hak penuh untuk melaksanakan penataan ruang di daerahnya.
Pergantian
sistem pemerintahan tersebut berdampak positif terhadap penataan ruang
diantaranya adalah Pemerintah Daerah dapat mengawasi pembangunan di daerahnya
secara bertanggungjawab penuh sehingga pembangunan sesuai dengan aspirasi
masyarakatnya. Oleh karena itu dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang perlu
ditindaklanjuti melalui pengaturan zona (zone regulation). Peraturan
Zonasi tersebut adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona,
pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan
pembangunan. Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas,
massa bangunan), namun satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan
aturan. Pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007
antara lain dilaksanakan melalui penerapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi
disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi
ditetapkan berdasarkan :
1. Peraturan Pemerintah untuk
arahan peraturan zonasi sistem nasional;
2. Peraturan Daerah Provinsi
untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan
3. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota untuk peraturan zonasi sistem kabupaten/ kota.
Penyusunan peraturan zonasi
didasarkan pada rencana rinci tata ruang. Dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang dan terbagi
atas :
1. Rencana tata ruang
pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
2. Rencana tata ruang kawasan
strategis provinsi; dan
3. Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota (RDTRK) dan rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten /
Kota
Oleh karena itu guna
mewujudkan system tata ruang yang terkendali pemanfaatan dan penggunaanya,
Pemerintah Kabupaten Sumenep mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep
Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumenep dimana
dalam Pasal 6 merinci bahwa kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten meliputi[4]
:
1. Pengembangan kawasan
minapolitan;
2. Pengembangan kawasan
agropolitan;
3. Pengembangan dan
peningkatan kawasan pariwisata;
4. Pengembangan kegiatan industri;
5. Peningkatan kualitas dan
jangkauan prasarana dan sarana wilayah;
6. Pengendalian dan
pengelolaan fungsi kawasan lindung;
7. Peningkatan kualitas
lingkungan hidup dan pengurangan resiko bencana melalui pengelolaan fungsi
kawasan lindung;
8. Pengembangan kawasan
budidaya sesuai daya dukung lingkungan;
9. Pengembangan potensi
pertambangan mineral dan non mineral;
10. Pengembangan kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil
Disamping mengatur tentang
kebijakan penataan ruang, dalam perda tersebut juga mengatur mengenai ketentuan
umum peraturan zonasi sebagaimana tercantum dalam bagian kedua dari perda
tersebut. Ketentuan zonasi adalah adalah merupakan ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun
untuk setiap blok atau zona peruntukan yang pembagian zonanya ditetapkan dalam
rencana rinci tata ruang. Peraturan Zonasi Provinsi merupakan penjabaran detail
dari indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi. Sedangkan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota merupakan
penjabaran detail dari ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten/kota dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Dalam penyusunan peraturan
zonasi, definisi dan klasifikasi penggunaan lahan yang jelas secara hukum sangat
diperlukan untuk menjadi landasan utama dan sebagai acuan untuk menentukan
apakah suatu permohonan pemanfaatan akan sesuai dengan rencana atau tidak.
Klasifikasi penggunaan lahan yang jelas menentukan ijin dapat diberikan atau
ditolak. Selain menentukan klasifikasi pemanfaatan ruang, harus pula ditentukan
klasifikasi perubahan pemanfaatan ruang, baik yang diizinkan maupun yang tidak
diizinkan. Pengklasifikasian pemanfaatan ruang harus jelas, seragam, dan
sederhana (tetapi tidak terlalu sederhana) dan harus berlaku umum di seluruh
Indonesia sehingga rencana-rencana pemanfaatan ruang dapat ditetapkan secara
seragam untuk memudahkan proses pengendalian pemanfaatan
Izin pemanfaatan ruang yang
dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal
demi hukum. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar
tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang
dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Kebijakan Zonasi
Pendirian Pasar Tradisional Dan Toko Modern Di Sumenep
Hadirnya Undang-Undang
Nomor 09 Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah memberikan hak otonomi bagi masing-masing daerah untuk melaksakan
pembangunan di masing-masing daerahnya. Pergantian sistem pemerintahan tersebut
berdampak positif khususnya terhadap Pemerintah Daerah, dimana Pemerintah
Daerah melalui Otonomi Daerahnya (menurut asas otonomi) berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat seluas-luasnya (kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
pemerintah pusat, seperti: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal serta agama) sesuai dengan peraturan perundang undangan yang
berlaku. Pergantian sistem pemerintahan tersebut berdampak positif terhadap
penataan ruang, diantaranya adalah Pemerintahan Daerah dapat mengawasi
pembangunan di daerahnya secara bertanggungjawab penuh sehingga pembangunan
sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Regulasi ini diharapkan mampu
mengendalikan pemanfaatan ruang sekaligus melakukan pengawasan terhadap
pemanfaatan ruang yang ada. Guna kepentingan tersebut pemerintah mengaturnya
dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725) dimana dalam UU penataan ruang tersebut memiliki 3 (tiga)
unsur yang saling terintegrasi, yaitu:
1.
Perencanaan
Tata Ruang
2.
Pemanfaatan
Ruang
3.
Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Keberadaan kegiatan
perdagangan skala besar seperti pasar modern sudah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyaarakat perkotaan. Hal inilah yang mendorong
tingginya investor untuk masuk dalam jalur perdagangan di Indonesia sehingga
banyak bermunculan toko modern berupa minimarket, supermarket departemen store
dan lain sebagainya. Perkembangan pasar modern yang semakin menyebar luas di
Indonesia mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi ekonomi terhadap
pelaku usaha. Pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern
telah diatur dalam perpres No. 112 tahun 2007 dimana pendiriannya mengacu kepada
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota termasuk peraturan zonasinya.
Penentuan tata ruang wilayah juga harus memperhatikan pula kondisi ekonomi,
budaya maupun sosial masyarakat setempat agar invetasi tidak hanya memberikan
keuntungan semata bagi pemerintah daerah setempat akan tetapi juga masyarakat
setempat.
Terkait dengan unsur
pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 15
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa “Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah
upaya untuk mewujudkan tetib tata ruang”. Dalam upaya pengendalian pemanfaatan
ruang perlu ditindaklanjuti melalui pengaturan zona (zoning regulation). Ketentuan
zonasi sebagai bagian upaya pemerintah kabupaten sumenep dalam pengendalian
pemanfaatan ruang terutama menyangkut ketentuan zonasi diatur dalam bab VII.
Pasal 62 misalnya dijelaskan bahwa ketentuan zonasi terdiri atas zonasi
struktur ruang, zonasi pola ruang dan zonasi kawasan strategis[5].
Berdasarkan penjelasan
tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa zonasi pasar tradisional dan toko
modern menjadi kewenangan pemerintah daerah dengan memperhatikan kondisi sosial
ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah
yang ada diwilayah yang bersangkutan dan memperhatikan jarak antara hypermarket
dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya. Berkaitan dengan perizinan
pendirian tempat usaha di kabupaten Sumenep terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai pedoman yaitu Peraturan Daerah
Nomor 5 tahun 2013 dan Peraturan Bupati Kabupaten Sumenep Nomor 14 tahun 2011
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Pelayanan Perizinan Terpadu.
Pemerintah Kabupaten
Sumenep adalah salah satu kabupaten kawasan gerbang timur pulau Madura yang
dalam konteks kebijakan penataan ruang wilayahnya memiliki misi memajukan
ekonomi masyarakat melalui pembangunan minapolitan, agropolitan, pariwisata dan
industri. Potensi sumber daya yang dimiliki kabupaten ini membuka ruang bagi
para investor guna menanamkan invetasi usaha dikabupaten sumenep, namun meski
demikian berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut diatas para investor
harus tetap memenuhi persyaratan dalam perizinan. Pemberian izin dan pencabutan
izin bukanlah tugas yang sederhana bagi pemerintah karena penerbitan izin harus
melalui proses kajian yang mendalam. Pengajuan perizinan di kabupaten sumenep
harus memenuhi persyaratan administrasi seperti IMB, izin lokasi dan izin HO
dengan kordinasi kasi badan pembangunan daerah kemudian baru pengurusan SIUP.
Tahun 2013 Pemerintah
Kabupaten Sumenep menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern. Pada
tahun yang sama pula Pemerintah Kabupaten Sumenep juga mengeluarkan peraturan
daerah nomor 12 tahun 2013 tentang RT RW kabupaten sumenep tahun 2013-2033. Dua
regulasi diatas adalah merupakan pijakan penting bagi penataan tata ruang
sekaligus pemanfaatnya yang sengaja tujuannya berfungsi sebagai strategi
pengendalian dan pengawasan tata ruang wilayah.
Perkembangan toko modern
yang semakin tumbuh pesat mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan
pengawasan secara ketat terhadap prosedur pendirian usaha dimana pendirian
pasar tradisional maupun toko modern wajib mengacu pada RT RW dan peraturan
zonasinya. Namun ketidakjelasan pemerintah mengatur ketentuan zonasi telah
mendorong tumbunya toko modern berbentuk minimarket makin tumbuh subur dan
bahkan hampir berdekatan dengan pasar tradisional. Pasal 7 ayat 1 perda nomor 5
tahun 2013 menyebutkan bahwa Pendirian Pasar Tradisional atau Pusat
Perbelanjaan atau Toko Modern selain Minimarket harus memenuhi persyaratan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus melakukan analisa kondisi
sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional dan UMKM yang berada di
wilayah bersangkutan.
Oleh karena itu pertumbuhan
minirmarket yang semakin tidak terkendali ini hampir meresahkan pelaku usaha
pasar tradisional. Mengatasi masalah toko modern yang semakin marak
perkembangannya pemerintah kabupaten Sumenep memperketat Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) yang selama ini dimiliki oleh toko modern dengan ketentuan
baru harus memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM) sebagai pengganti SIUP.
Apabila masa berlaku SIUP berakhir, pemilik SIUP harus segera menggantinya
dengan IUTM. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumenep, H.
Syaiful Bahri, M.Si menjelaskan bahwa untuk mendapatkan IUTM, tidak gampang,
pengusaha harus melengkapi syarat-syarat antara lain[6]
:
a.
copy
surat izin prinsip dari Bupati;
b.
hasil
analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat; serta rekomendasi dari instansi yang
berwenang;
c.
persetujuan
pemanfaatan ruang;
d.
copy
surat Izin Lokasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN);
e.
copy
surat Izin Gangguan (HO);
f.
copy
surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
g.
copy
Akte Pendirian Perusahaan dan pengesahannya;
h.
rencana
kemitraan dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil;
i.
surat
pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku.
Namun sangat disayangkan
bahwa dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 5 Tahun 2013 ini belum
memberikan keterangan yang spesifik mengenai berapa jarak minimal pendirian
sebuah toko modern dengan toko modern lain maupun jarak antara toko modern
dengan pasar serta ritel tradisional. Dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten
Sumenep Nomor 5 Tahun 2013 ini hanya menyebutkan lokasi untuk pendirian Toko
Modern selain minimarket wajib memperhatikan:
a.
Rencana
Tata Ruang Wilayah kabupaten dan rencana detail tata ruang kota termasuk
zonasinya;
b.
Kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan keberadan Pasar Tradisional, Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;
c.
Jarak
antara Toko Modern yang akan didirikan dengan Pasar Tradisional yang telah ada
sebelumnya
Ketidakjelasan ketentuan
Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 5 Tahun 2013 ini yang
menyebabkan banyak toko modern mengalami pelanggaran, sehingga banyak ditemukan
hampir disetiap sudut kabupaten sumenep toko modern yang pola penyebarannya tidak
merata dan bahkan antara toko modern satu dengan toko modern lain saling
berhadap-hadapan dan yang lebih parah lagi, toko modern tersebut berjarak
sangat berdekatan dengan pasar tradisional serta ritel tradisional, yang
berakibat melemahnya perekonomian para pedagang di pasar dan ritel tradisional
UCAPAN
TERIMAKASIH
Hasil penelitian ini tentu tidak akan
dapat terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari beberapa pihak baik lingkungan
STKIP PGRI Sumenep sendiri maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten Sumenep serta
rekan-rekan mahasiswa yang juga terlibat langsung dalam proses penelitian ini.
Oleh karena itu segala kebaikan penulis haturkan kepada mereka telah memberikan
tenaga dan waktu demi terlaksananya penelitian dengan baik dengan harapan
semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kalangan masyarakat
luas, akademisi, mahasiswa maupun pemangku kebijakan di kabupaten Sumenep demi
terwujudnya distribusi pembangunan yang berkeadilan.
KESIMPULAN
Kelemahan fundamental pengaturan mengenai zonasi dalam
Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
No. 56 tahun 2014 menimbulkan suatu perbedaan interprestasi bagi setiap
pemerintah daerah, meski dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah,
masing-masing pemerintah daerah memiliki hak otonom untuk mengatur daerahnya
sendiri namun produk hukum yang dihasilkan pemerintah daerah salah satunya
pemerintah Kabupaten Sumenep yang menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep
Nomor 5 Tahun 2013 masih belum mampu mennghadirkan kebijakan yang lebih
berpihak kepada pelaku usaha pasar tradisional. Persaingan yang semakin tidak
sehat akibat pertumbuhan toko modern yang semakin tidak terkendali justru akan
mengancam eksistensi pasar tradisional itu sendiri. Hadirnya perda diatas hanya
memihak kepada peritel modern yang seharusnya peraturan yang diterbitkan oleh
pemerintah harus memihak kepada rakyat khususnya pelaku usaha dalam pasar
tradisional yang mayoritas menjalankan usahanya dengan modal kecil dibandingkan
dengan pasar modern yang disokong oleh pengusaha dengan modal kuat. Aturan
hukum yang diatur di Peraturan Daerah Kabupaten SumenepNomor 5 Tahun 2013 belum
mampu meng-cover kepentingan pelaku usaha khususnya pelaku usaha dalam pasar
tradisional, karena norma di dalam Peraturan Daerah Kabupaten SumenepNomor 1
Tahun 2010 kurang mengikat bagi pelaku usaha pasar modern, dimana hanya
mengatur mengenai ketentuan untuk memperhatikan keberadaan pasar tradisional,
tanpa diatur mengenai berapa jarak minimal yang harus dipatuhi oleh calon
pelaku usaha pasar modern untuk mendirikan bangunan pasar modern. Akibat dari
tidak adanya aturan yang lebih konkrit lagi mengenai zonasi pasar tradisional
dengan pasar modern, menyebabkan posisi pasar
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rinneka Cipta
Lexy J. Moleong, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
PT. Rosdakarya
Moleong,
Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Patton, MQ, 1990. Qualitative Evaluation Methods.
Beverly Hills : SAGE.
Peraturan
Perundang-Undangan:
Undang-Undang
Nomor 09 Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah
Undang
Undang Nomor. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
Undang
Undang Nomor. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
Perpres
RI No.112 tahun 2007 tentang penataan pasar tradisional dan toko modern
Permendagri
No. 56 tahun 2014 tentang pedoman pembinaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko modern.
Peraturan
Daerah Kabupaten Sumenep No. 05 Tahun 2013 tentang perlindungan, pemberdayaan
pasar tradisional dan penataan pasar pasar modern
Peraturan
Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 tentang RT RW Kabupaten Sumenep
Tahun 2013-2033
Jurnal:
Zulfadli
Barus, “Analisis Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normative
Dan Penelitian Hukum Sosiologis” Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 13 No. 2 Mei 2013
Online :
Bisnis.
“Perkembangan Pasar di Indonesia” dikutip dari http://www.bisnis.com <diunduh tanggal
12 September 2015>
Koran
kabar, “kondisi pasar di Pamekasan memperihatinkan”, dikutip dari http://www.korankabar.com, <diunduh tanggal
23 oktober 2015>
Nusantaranews.co,
28 september 2017”stop kooptasi warung rakyat melalui dominasi distribusi ritel
modern” diakses di http://nusantaranews.co/stop-kooptasi-warung-rakyat-melalui-dominasi-distribusi-ritel-modern/
Tempo,
“potret pasar di indonesia”, dikutip dari http://www.tempointeraktif.com, <diunduh tanggal
3 september 2015>
[1]
Nusantaranews.co, 28 september 2017”stop kooptasi warung rakyat melalui
dominasi distribusi ritel modern” diakses di http://nusantaranews.co/stop-kooptasi-warung-rakyat-melalui-dominasi-distribusi-ritel-modern/
[2]
Bisnis. “Perkembangan Pasar di Indonesia” dikutip dari http://www.bisnis.com
<diunduh tanggal 12 September 2015>
[3]
Lihat pasal 6 ayat 2 Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep No.5 Tahun 2013 dan
Pasal 2 Ayat 2 Perpres No. 112 Tahun
2007
[4]
Lihat Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumenep Tahun 2013 - 2033
[5]
Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 tentang RT RW Kabupaten
Sumenep Tahun 2013-2033.
[6]
Hasil wawancara, 26 November 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar